Senin, 12 September 2016

ORBITAL DAN PERANANNYA DALAM IKATAN KOVALEN



ORBITAL DAN PERANANNYA DALAM IKATAN KOVALEN

A. Orbidal Hibrida Nitrogen dan Oksigen


Ikatan kovalen tidak hanya terbentuk dalam senyawa karbon, tetapi juga dapat dibentuk oleh atom-atrom lain. Semua ikatan  kovalen yang dibentuk oleh unsur-
unsur dalam tabel periodik dapat dijelaskan dengan orbital hibridasi. Secara prinsip, pembentukan hibrida sama dengan pada atom karbon. Banyak gugus fungsi penting dalam senyawa organik mengandung nitrogen atau oksigen.
a.        
       Nitrogen
 Secara elektronika, nitrogen sama dengan karbon, dan orbital atom dari nitrogen berhibridisasi menurut cara yang sangat bersamaan dengan karbon.

Hibridisasi nitrogen sp3





Seperti yang ditunjukkan diagram orbital ini, nitrogen dapat menghibridisasi keempat orbital atom tingkat kedua menjadi empat orbital ikatan sp3 yang ekuivalen. Namun demikian, perhatikan satu perbedaan penting antara nitrogen dan dan karbon. Karbon mempunyai empat elekron untuk dibandingkan dalam empat orbital sp3, sedangkan nitrogen mempunyai lima elektron yang didistribusikan dalam empat orbital sp3. Satu orbital sp3 dari nitrogen diisi dengan sepasang elektron, dan nitrogen dapat membentuk senyawa dengan hanya tiga ikatan kovalen terhadap atom lain.
 Molekul amonia mengandung atom nitrogen sp3 yang terikat pada tiga atom hidrogen.




Ketika terdapat tiga elektron tak berpasangan mengisi orbital 2p, ini memungkinkan orbital 1s dari hidrogen untuk overlap dengan orbital 2p tersebut membentuk ikatan sigma. Nitrogen memiliki lima elektron pada kulit terluarnya. Pada hibridisasi sp3,satu orbital sp3 diisi oleh dua elektron dan tiga orbital sp3 diisi masing-masing satu elektron. Hibridisasi sp3 Ikatan sigma terbentuk dari overlap orbital hibrida sp3 yang tidak berpasangan tersebut dengan orbital 1s dari hidrogen menghasilkan molekul ammonia. Dengan demikian, ammonia memiliki bentuk geometri tetrahedral yang mirip dengan metana. Ikatan N-H memiliki panjang 1.01A dan kekuatan ikatan 103 kkal/mol.



Analog dengan karbon, maka dapat diharapkan bahwa sudut ikatan H-N-H dalam NH3 adalah 109,5˚. Percobaan menunjukkan bahwa hal ini tidak demikian, sudut ikatan dalam NH3 adalah 107,3˚. Suatu keterangan untuk ini adalah bahwa sudut ikatan ditekan oleh orbital yang terisi dengan elektron menyendiri yang besar ukurannya. (Karena elektron dalam orbital terisi ini ditarik hanya ke satu inti saja dan bukan kedua inti, maka mereka terikat kurang kuat; karena itu, orbital yang terisi lebih besar daripada orbital sigma N-H). Bila atom selain hydrogen terikat ke nitrogen sp3, sudut ikatan yang diamati lebih dekat ke sudut  tetrahedral 109,5˚, karena tolakan antara gugus yang lebih besar ini.


Hibridisasi nitrogen sp
  


Nitrogen memiliki tiga elektron tak berpasangan pada orbital hibrid sp3, ketika satu elektron dalam orbital hibrida tersebut tereksitasi ke orbital p maka terbentuk hibrida baru, yaitu sp2. Elektron pada orbital p digunakan untuk membentuk ikatan pi. Jadi, atom nitrogen yang terhibridisasi sp2 memiliki satu ikatan pi yang digunakan untuk membentuk ikatan rangkap dua, mirip dengan molekul etena. Salah satu contoh atom nitrogen yang terhibridisasi sp2 adalah isopropil-metil-amina.


Hibridisasi nitrogen sp
Pada nitrogen yang terhibridisasi sp, tiga orbital atom yang tak berpasangan pada orbital hibrid sp3 tersebut dua elektronnya tereksitasi ke orbital p sehingga terbentuk dua ikatan pi untuk membentuk ikatan rangkap tiga. Salah satu contoh atom nitrogen yang terhibridisasi sp adalah acetonitrile.



Oksigen
Elektron pada ground-state atom oksigen memiliki konfigurasi: 1s2 2s2 2px2 2py1 2pz1, dan oksigen merupakan atom divalen.


Hibridisasi oksigen sp3



Dengan melihat konfigurasi elektronnya, dapat diprediksi bahwa oksigen mampu membentuk dua ikatan sigma karena pada kulit terluarnya terdapat dua elektron tak berpasangan (2py dan 2pz).

Karena oksigen mempunyai enam elektron ikatan, ia membentuk dua ikatan kovalen dan mempunyai dua orbital berisi.




Air adalah contoh senyawa yang mengandung oksigen sp3.  Sudut ikatan yang terbentuk sebesar 104.5˚. Diperkirakan bahwa orbital dengan pasangan elektron bebas menekan sudut ikatan H-O-H, sehingga sudut yang terbentuk lebih kecil dari sudut ideal (109.5˚).

Ada sejumlah senyawa organik yang mengandung atom oksigen sp3. Untuk sekarang akan ditinjau hanya dua, yaitu alkohol dan eter: ROH dan ROR’. Ikatan terhadap oksigen dalam alkohol dan eter adalah langsung analog dengan ikatan air. Dalam setiap keadaan, oksigen terhibridisasi sp3 dan mempunyai dua pasang elektron valensi menyendiri.




ETER





Hibridisasi oksigen sp2


Seperti halnya pasangan elektron bebas dalam ammonia menekan sudut ikatan H-N-H. Oksigen juga dapat terhibridisasi sp2, yaitu dengan mempromosikan satu elektronnya ke orbital p. Dalam kondisi ini, oksigen hanya memiliki satu ikatan sigma, tetapi juga memilki satu ikatan pi. Contoh molekul yang memiliki atom oksigen terhibridisasi sp2 adalah pada senyawa-senyawa karbonil. 



Gugus karbon (C=O) mengandung atom karbon sp2 yang dihubungkan dengan atom oksigen oleh ikatan rangkap. Orang cenderung berpendapat bahwa oksigen karbonil berada dalam keadaan hibrida sp2 seperti halnya karbon karbonil; namun demikian ahli kimia tak terlalu yakin mengenai hibridisasi oksigen karbonil, karena tak ada sudut ikatan yang dapat diukur.
Geometri gugus karbonil ditentukan oleh karbon sp2. Gugus karbonil adalah planar sekeliling karbon sp2 trigonal. Ikatan karbon-oksigen mengandung sepasang elektron pi tersingkap. Oksigen juga mempunyai dua pasang elektron menyendiri.
Gugus karbonil lebih polar daripada gugus C-O dalam alkohol atau eter. Alasan yang mungkin untuk pembesaran kepolaran ini adalah bahwa elektron piyang mobil lebih mudah terikat ke oksigen yang elektronegatif daripada electron sigma dari C-O.
Gugus karbonil merupakan bagian dari bermacam-macam gugus fungsi. Gugus fungsi dan golongan senyawa ditentukan oleh atom lain yang terikat pada karbon karbonil. Bila salah satu dari atom terikat pada karbon karbonil adalah hidrogen, maka senyawa yang tersebut adalah aldehida. Bila dua karbon terikat pada karbon karbonil, maka senyawa adalah keton.




 





B. Ikatan Rangkap Terkonjugasi


Molekul organik dapat mengandung lebih dari satu gugus fungsi. Dalam kebanyakan senyawa polifungsional, setiap gugus fungsi tak bergantung satu sama lain; meskipun demikian, tak selalu demikian halnya. Pandangan beberapa senyawa dengan ikatan rangkap karbon-karbon lebih dari satu. Ada dua cara pokok untuk menempatkan ikatan rangkap dalam senyawa organik. Dua ikatan rangkap yang bersumber pada atom berdampingan disebut ikatan rangkap terkonjugasi.
Sistem konjugasi terjadi dalam senyawa organik yang atom-atomnya secara kovalen berikatan tunggal dan ganda secara bergantian (C=C-C=C-C) dan memengaruhi satu sama lainnya membentuk daerah delokalisasi elektron. Elektron-elektron pada daerah delokalisasi ini bukanlah milik salah satu atom, melainkan milik keseluruhan sistem konjugasi ini. Sistem konjugasi secara umumnya akan menyebabkan delokalisasi elektron di sepanjang orbital p yang paralel satu dengan sama lainnya. Hal ini akan meningkatkan stabilitas dan menurunkan energi molekul secara keseluruhan
Selain ikatan tunggal dan ganda yang bergantian, sistem konjugasi dapat juga terbentuk oleh keberadaan atom yang memiliki orbital-p secara paralel. Sebagai contohnya, furan adalah cincin beranggota lima dengan dua ikatan ganda yang bergantian dan satu atom oksigen pada posisi 1. Oksigen memiliki satu pasangan menyendiri elektron yang terisi pada orbital p, sehingga berkonjugasi dengan orbital p karbon dan membentuk konjugasi cincin beranggota lima. Keberadaan nitrogen pada cincin ataupun gugus α pada cincin seperti gugus karbonil, gugus imina, gugus vinil, dan anion pula dapat menjadi sumber orbital p yang akan membentuk konjugasi.


Sistem konjugasi memiliki sifat-sifat khas yang menyebabkan molekul tersebut memiliki warna. Banyak pigmen memiliki sistem elektron berkonjugasi. Contohnya adalah beta karoten yang memiliki rantai hidrokarbon berkonjugasi, mengakibatkan warna molekul ini berwarna oranye cerah. Ketika satu elektron dalam sistem tersebut menyerap foton pada panjang gelombang yang tepat, ia dapat dipromosikan ke aras energi yang lebih tinggi. Kebanyakan transisi elektron ini terjadi pada elektron orbital p ke orbital anti-ikat p (π ke π*), tetapi elektron non-ikat juga dapat dipromosikan (n ke π*). Sistem konjugasi dengan ikatan ganda berkonjugasi yang kurang dari delapan hanya dapat menyerap gelombang di sekitar daaerah ultraviolt, sehingga ia akan tampak tak berwarna. Dengan penambahan ikatan ganda, sistem tersebut akan menyerap foton dari gelombang yang lebih panjang, sehingga warna senyawa akan tampak kuning sampai dengan merah. Senyawa yang berwarna biru ataupun hijau umumnya tidak hanya bergantung pada sistem konjugasi untuk menampilkan warna tersebut. Penyerapan cahaya pada spektrum ultraviolet dan cahaya tampak dapat dikuantifikasi menggunakan spektroskopi sinar tampak dan sinar ultraviolet. Ini merupakan dasar dari keseluruhan bidang fotokimia.
Beta Karoten



Konjugasi pada struktur siklik menyebabkan aromatisitas senyawa tersebut. Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kepemilikan ikatan ganda yang berselingan bukanlah satu-satunya kondisi yang diperlukan agar sistem konjugasi dapat cukup kuat terbentuk. Beberapa hidrokarbon siklik seperti siklooktatetraena memiliki ikatan ganda dan tunggal yang berselang-seling, namun karena molekul tersebut tidak memiliki orbital p yang paralel satu sama lainnya, elektron tidak dapat berdelokalisasi dengan mudah. Senyawa tersebut masih dapat dianggap berkonjugasi, namun ia tidaklah termasuk antiaromatik ataupun aromatik. Siklooktatetraena tidak dianggap sebagai antiaromatik karena ia tidaklah planar.



Secara umum, isomer cis dan trans mempunyai ikatan rangkap yang tidak dapat berputar. Selain itu, isomer cis dan trans  juga muncul dikarenakan struktur cincin molekul yang menyebabkan perputaran ikatan sangat terbatas.Terdapat dua bentuk isomer cis-trans. Ketika gugus substituen berorientasi pada arah yang sama, diastereomer ini disebut sebagai cis, sedangkan ketika subtituen berorientasi pada arah yang berlawanan, diastereomer ini disebut sebagai trans. Contoh molekul hidrokarbon yang menunjukkan isomerisme cis-trans adalah 2-butena.

Isomer cis dan isomer trans sering kali memiliki sifat-sift fisika yang berbeda. Perbedaan antara isomer pada umumnya disebabkan oleh perbedaan bentuk molekul atau momen dipol secara keseluruhan. Perbedaan ini dapatlah sangat kecil, seperti yang terlihat pada titik didih alkena berantai lurus 2-pentena (titik didih isomer trans 36 °C dan isomer cis 37 °C)[1]. Perbedaan isomer cis dan trans juga dapat sangat besar, seperti pada kasus siklooktena. Isomer cis senyawa ini memiliki titik didih 145 °C, sedangkan isomer transnya 75 °C. Perbedaan yang sangat besar antara kedua isomer siklooktena disebabkan oleh terikan cincin yang besar untuk trans-siklooktena, yang juga menyebabkannya kurang stabil dibandingkan isomer cis. Bahkan, kedua isomer asam 2-butenadioat memiliki sifat-sifat dan reaktivitas yang sangat berbeda sehingga mempunyai nama yang berbeda pula. Isomer cisnya disebuah asam maleat, sedangkan isomer transnya disebuat asam fumarat. Pada cis-2-butena memiliki titid didih 3,7˚C dan titik leleh -139˚C. Sedangkan pada trans-2-butena memiliki titik didih 0,9˚C dan titik leleh -105˚C. Cis-2-butena lebih cepat mencair dibandingkan trans-2-butena karena pada cis-2-butena dalam kondisi padat jarak antara molekul yang satu dengan yang lain dalam ikatan dekat, sehingga tolakan antar molekul yang besar menyebabkan ikatan semakin renggang (mencair). Sedangkan pada trans-2-butena pada keadaan padat jarak antar molekul dalam ikatan jauh, sehingga tolakan antar molekul yang stabil (kecil) menyebabkan ikatan sulit untuk renggang (mencair). Trans-2-butena lebih cepat mendidih dibandingkan cis-2-butena karena pada trans-2-butena halangan sterik yang kecil menyebabkan kerapatan elektron yang rendah sehingga kebolehjadian menemukan elektron sedikit menyebabkan intensitas ikatan rangkap semakin kecil sehingga mudah untuk diputus dan memerlukan entalpi yang kecil. Sedangkan pada cis-2-butena, halangan sterik yang besar  menyebabkan kerapatan elekton yang tinggi sehingga kebolehjadian menemukan elektron semakin banyak menyebabkan intensitas ikatan rangkap semakin kuat sehingga sulit untuk diputs dan memerlukan entalpi yang besar. Polaritas merupakan faktor kunci yang menentukan titik didih relatif senyawa karena ia akan meningkatkan gaya antar molekul, sedangkan simetri merupakan faktor kunci yang menentukan titik leleh relatif karena ia mengizinkan penataan molekul yang lebih baik pada bentuk padat. Oleh karena itu, trans-alkena yang kurang polar dan lebih simetris cenderung memiliki titik didih yang lebih rendah dan titik leleh yang lebih tinggi. Sebaliknya cis-alkena secara umum memiliki titik didih yang lebih tinggi dan titik leleh yang lebih rendah.


C. Benzena dan Resonansi

Benzena

Benzena adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna dan mudah terbakar serta mempunyai bau yang manis. Rumus struktur benzena adalah C6H6. Benzena terdiri dari 6 atom karbon yang membentuk cincin, dengan 1 atom hidrogen berikatan pada setiap 1 atom karbon.  Perbandingan jumlah atom C dan H-nya menunjukan benzena sangat tidak jenuh (memiliki ikatan rangkap) yang lebih mudah mengalami reaksi substitusi daripada reaksi adisi. Hal ini terjadi karena adanya resonansi yang menyebabkan elektron pada senyawa benzena selalu berpindah-pindah.. Pada awalnya, para ahli kimia mengusulkan bahwa benzena mempunyai struktur alifatik dengan ikatan rangkap dua dan tiga


Namun struktur benzena ini ternyata tidak dapat menjelaskan sifat – sifat benzena, antara lain:
  1. Benzena ternyata sangat stabil / tidak reaktif. Benzena tidak bereaksi dengan Br2 meski pada suhu tinggi, kecuali dengan menggunakan katalis. Hal ini berbeda dengan struktur alifatik ikatan rangkap seperti alkena yang bersifat reaktif.
  2. Monosubstitusi atom halogen (X) ke benzena hanya menghasilkan satu jenis senyawa, yakni C6H5X. dengan kata lain, tidak terdapat keisomeran geometri yang dimiliki struktur alifatik ikatan rangkap seperti alkena.
Pada tahun 1865, Friedrich August Kekule mengusulkan strukur benzena sebagai cincin heksagonal yang terdiri dari 6 atom C dengan ikatan tunggal dan rangkap dua yang bergantian antara atom – atom C. Jadi, terdapat 3 ikatan tunggal dan 3 ikatan rangkap dua dalam struktur benzena. Model ini pun digunakan bertahun – tahun karena mampu menjelaskan sifat – sifat dan reaksi – reaksi dari benzena.

Namun, sejalan dengan perkembangan ilmu kimia yang semakin canggih, bukti – bukti menunjukan bahwa struktur benzena versi Kekule tidak dapat menjelaskan fakta – fakta berikut:
  • Dengan alat difraksi sinar-X, diketahui panjang ikatan tungga C-Cnya adalah 0,154 nm dan panjang ikatan rangkap C=Cnya 0,133 nm. Jika benzena memiliki struktur Kekule, maka benzena akan memiliki dua panjang ikatan yang berbeda untuk ikatan tunggal dan ikatan rangkap. Namun, pengukuran menunjukan benzena hanya memiliki 1 panjang ikatan sebesar 0,139 nm yang menunjukan semua ikatan dalam benzena sama / setara, yakni berada di antara panjang ikatan tunggal dan rangkap.
  • Jika benzena memiliki 3 ikatan rangkap dua seperti model Kekule, maka kerekatifan ikatan – ikatan tersebut harus sama dengan ikatan rangkap dua pada alkena, yakni dapat bereaksi secara adisi. Pada kenyataanya, banyak benzena yang terlibat dalam reaksi substitusi.
  • Perhitungan termokimia menunjukan kalor pembentukan gas benzena dari unsur – unsurnya adalah +252 kJ/mol, jika benzena memiliki struktur seperti model Kekule. Namun, pengukuran menunjukan kalor pembentukan benzena hanya +82 kJ/mol. Hal ini membuktikan struktur benzena yang sebenarnya jauh lebih stabil dibandingkan struktur yang diusulkan Kekule.
 


Berdasarkan fakta – fakta tersebut, tahun 1931 Linus Pauling merumuskan struktur benzena sebagai struktur yang berada di antara dua struktur Kekule yang memungkinkan. Struktur ini disebut hibrid resonansi. Pada struktur resonansi ini, terlihat bawa semua ikatan antara atom – atom C dalam cincin adalah setara. Elektron – elektron yang membentuk ikatan – ikatan antar atom – atom C digunakan bersama oleh seluruh atom C, membentuk sistem delokalisasi yang sangat stabil. Delokalisasi elektron (elektron – elektron dalam benzena dapat bergerak bebas mengelilingi cincin benzena sehingga dikatakan elektron – elektron ini mengalami delokalisasi) Secara keseluruhan, struktur ini dapat menjelaskan panjang ikatan benzena dan kerekatifan benzena yang rendah karena ikatan dalam cincin berada di antar ikatan tunggal dan ikatan rangkap, serta stabilitas termodinamika benzena yang tinggi karena resonansi memiliki energi yang lebih rendah dibandingkan kedua struktur Kekule yang memungkinkan tersebut.
Dalam persamaan berikut suatu atom Br telah menggantikan atom H dan cincin, sehingga namanya reaksi substitusi. Karena substitusi ini terjadi pada cincin aromatik, reaksinya disebut suatu reaksi substitusi aromatik.
sonansi memiliki energi yang lebih rendah dibandingkan kedua struktur Kekule yang memungkinkan tersebut.
Benzena merupakan senyawa tak jenuh (memiliki ikatan rangkap) yang lebih mudah mengalami reaksi substitusi daripada reaksi adisi. Hal ini terjadi karena adanya resonansi yang menyebabkan elektron pada senyawa benzena selalu berpindah-pindah. Ikatan rangkap merupakan kumpulan elektron. Jika suatu pereaksi, seperti bromin atau asam halida direaksikan dengan benzena, kumpulan elektron pada ikatan rangkap benzena akan terdelokalisasi ke ikatan tunggal sehingga ikatan tunggal tersebut berubah menjadi ikatan rangkap. Hal ini berlangsung terus-menerus sehingga menyulitkan terjadinya reaksi adisi.

Dalam persamaan berikut suatu atom Br telah menggantikan atom H dan cincin, sehingga namanya reaksi substitusi. Karena substitusi ini terjadi pada cincin aromatik, reaksinya disebut suatu reaksi substitusi aromatik.



Mekanisme dan reaksi substitusi aromatik dimulai dengan serangan oleh elektrofil pada elektron pi dan cincin benzen, karena itu reaksi ini disebut reaksi substitusi elektrofil.Semua reaksi substitusi aromatik elektrofil berjalan dengan mekanisme yang sama, biasanya ditulis dengan tanda E+ untuk menandakan elektrofil. Dalam mekanisme ini kita memakai rumus bangun Kekule untuk benzen agar kita dapat menelusuri elektron pi. Walaupun biasanya kita tidak menuliskan atom H dalam cincin benzen tapi agar jelas, di sini akan ditulis.


Dalam langkah 1, sepasang elektron pi dan awan aromatik pi diberikan untuk membentuk ikatan sigma dengan E+. Langkah ini menyebabkan karbon atom yang berdekatan dalam cincin dikelilingi hanya oleh enam elektron, karbon ini membawa muatan positip.
Intermediate yang bermuatan positif ini kadang-kadang dinamakan ion benzenonium (dan benzene dan onium) hampir menyerupai kation beralil. Seperti juga kation beralil, intermidiate karbokasi in distabilkan secara resonansi.


Pada langkah kedua dan reaksi karbokasi memberikan sebuah proton (H+) kepada suatu basa yang berada dalam campuran reaksi. Pasangan elektron ikatan sigma dan ikatan C — H diubah menjadi elektron pi, maka awan aromatik pi timbul kembali sehingga suatu hasil substitusi terbentuk.
Walaupun suatu karbokasi dan suatu alkana dapat mengalami addisi dan sebuah nukleofil untuk menghasilkan suatu hasil addisi, suatu ion benzenonium tidak dapat beraddisi sebab ion ini akan merusak awan aromatik pi dan stabilitas resonansi dan cincin benzen akan hilang. Intermediate akan menjalani reaksi dengan energi yang terendah sehingga stabilisasi dan resonansi cincin benzen akan didapat kembali.



Trinitrotoluena (TNT, atau Trotyl) adalah hidrokarbon beraroma menyengat berwarna kuning pucat yang melebur pada suhu 354 K (178 °F, 81 °C). Trinitrotoluena adalah bahan peledak yang digunakan sendiri atau dicampur, misalnya dalam Torpex, Tritonal, Composition B atau Amatol. TNT dipersiapkan dengan nitrasi toluene C6H5CH3; rumus kimianya C6H2(NO2)3CH3, and IUPAC name 2,4,6-trinitrotoluene.
Dalam industri, TNT diproduksi dalam tiga langkah proses. Pertama, toluene dinitrasi dengan campuran sulfat dan asam nitrat untuk menghasilkan mono-nitrotoluene atau MNT. MNT tersebut dipisahkan dan kemudian renitrated ke dinitrotoluene atau DNT. Pada langkah terakhir, DNT tersebut dinitrasi ke trinitrotoluena atau TNT menggunakan anhidrat campuran asam nitrat dan oleum. Asam nitrat yang dipakai dalam proses manufaktur, dan asam sulfat encer dapat reconcentrated dan digunakan kembali. Setelah nitrasi, TNT distabilkan dengan proses yang disebut sulphitation, dimana TNT mentah dicapurkan dengan natrium sulfit encer untuk menghapus isomer kurang stabil dari TNT dan produk reaksi lainnya yang tidak diinginkan. Air bilasan dari sulphitation dikenal sebagai air merah dan merupakan polutan yang signifikan dan produk limbah dari pembuatan TNT.

Pengendalian nitrogen oksida dalam asam nitrat sangat penting karena bebas nitrogen dioksida dapat menyebabkan oksidasi kelompok metil dari toluena. Reaksi ini sangat eksotermik dan disertai dengan risiko berupa ledakan.
Di laboratorium, 2,4,6-trinitrotoluene dihasilkan oleh proses dua langkah. Campuran penitrasi dari nitrat pekat dan asam sulfat digunakan untuk nitrat toluena untuk campuran mono- dan di-nitrotoluene isomer, dengan pendinginan untuk mempertahankan kontrol suhu. Nitrasi toluena kemudian dipisahkan, dicuci dengan natrium bikarbonat encer untuk menghilangkan nitrogen oksida, dan kemudian dengan hati-hati nitrasi dengan campuran asam nitrat berasap dan asam sulfat. Menjelang akhir nitrasi, campuran dipanaskan pada dengan uap. Trinitrotoluene dipisahkan, dicuci dengan larutan encer natrium sulfit dan kemudian direkristalisasi dari alkohol. 

Resonansi
Struktur resonansi adalah salah satu dari dua atau lebih struktur Leweis untuk satu molekul yang tidak dapat dinyatakan secara tepat dengan hanya menggunakan satu struktur Lewis. Tanda panah dua arah menyatakan bahwa struktur-struktur yang diberikan merupakan struktur resonansi.
Istilah resonansi berarti penggunaan dua atau lebih struktur Lewis untuk menggambarkan molekul tertentu. Seperti seorang Eropa pada abad pertengahan yang melakukan perjalanan ke Afrika, yang menjelaskan bahwa badak adalah hasil persilangan antara griffin dan unicorn, dua binatang yang terkenal tetapi hanya khayalan, kita menggambarkan ozon yang merupakan molekul nyata, dalam dua struktur yang terkenal tetapi tidak nyata.
Masing-masing struktur resonan dapat melambangkan struktur Lewis, dengan hanya satu ikatan kovalen antara masing-masing pasangan atom. Beberapa struktur Lewis digunakan bersama-sama untuk menjelaskan struktur molekul. Namun struktur tersebut tidak tetap, melainkan ada sebuah osilasi antara ikatan rangkap dengan elektron, saling berbolak-balik. Maka dari itu disebut dengan resonansi. Struktur yang sebenarnya mungkin saja adalah peralihan dari dua struktur resonan. Bentuk peralihan (intermediet) dari struktur resonan disebut dengan hibrida resonan.
Molekul atau ion yang dapat beresonansi mempunyai sifat-sifat berikut:
  1. Dapat dituliskan dalam beberapa struktur Lewis yang disebut dengan struktur resonan. Tetapi tidak satupun struktur tersebut melambangkan bentuk asli molekul yang bersangkutan.
  2. Di antarastruktur yang saling beresonansi bukanlah isomer.
  3. Masing-masing struktur struktur Lewis harus mempunyai jumlah elektron valensi dan elektron tak berpasangan yang sama.
  4. Ikatan yang mempunyai orde ikatan yang berbeda pada masing-masing struktur tidak mempunyai panjang ikatan yang khas.
  5. Struktur yang sebenarnya mempunyai energi yang lebih rendah dibandingkan energi masing-masing struktur resonan.
Posisi elektron dapat diubah-ubah untuk menghasilkan struktur resonansi yang lain, tanpa mengubah posisi atom-atomnya. Dengan kata lain, atom-atom yang saling berikatan harus tetap dalam semua struktur resonansi untuk satu spesi tertentu. Akhirnya, perhatikan bahwa walaupun suatu ion atau senyawa dapat digambarkan secara lebih akurat dengan menyertakan dengan menyertakan semua struktur resonansinya, tetapi supaya sederhana biasanya hanya satu struktur Lewis saja yang dipergunakan.


   sumber:
  Fessenden RJ and JS. Fessenden, Kimia Organik, Jld 1 dan 2,  3ed. Terjemahan A.H. Pudjatmaka, Penerbit Erlangga, 2005.


 






6 komentar:

  1. saya ingin bertanya, mengapa benzena sangat tidak stabil/ tidak reaktif?

    BalasHapus
    Balasan

    1. Benzena ternyata sangat stabil / tidak reaktif. Benzena tidak bereaksi dengan Br2 meski pada suhu tinggi, kecuali dengan menggunakan katalis. Hal ini berbeda dengan struktur alifatik ikatan rangkap seperti alkena yang bersifat reaktif.
      Monosubstitusi atom halogen (X) ke benzena hanya menghasilkan satu jenis senyawa, yakni C6H5X. dengan kata lain, tidak terdapat keisomeran geometri yang dimiliki struktur alifatik ikatan rangkap seperti alkena.

      Hapus
  2. Assalamualaikum wr wb . . .
    Baiklah, nama saya yamin. Saya akan membantu sedikit menjawab pertanyaan dari elsa Kenapa Benzena ternyata sangat stabil / tidak reaktif ?Menurut saya, karena Benzena tidak bereaksi dengan Br2 meski pada suhu tinggi, kecuali dengan menggunakan katalis. Hal ini berbeda dengan struktur alifatik ikatan rangkap seperti alkena yang bersifat reaktif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas penambahan jawabannya saudara Azhabul Yamin.

      Hapus
  3. Assalamualaikum wr wb...
    saya ingin bertanya mengapa Benzen mudah terbakar dan baunya manis mengapa demikian,?
    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan Suci. Bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lain yang mengandung 6 buah atom karbon, misalnya heksana (C6H14) dan sikloheksana (C6H12), maka dapat diduga bahwa benzena mempunyai derajat ketidakjenuhan yang tinggi sehingga dari tingkat kadar karbon dalam benzene yang cukup tinggi benzene menjadi mudah terbakar. kemudian benzena merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang berasal dari batu bara sehingga mudah terbakar.

      Hapus